Meminjam Arti

Mundur ke masa lalu sebentar.

Saya adalah penggemar dari Musisi yang mengusung kebebasan berpendapat dan perjuangan terhadap ketertindasan dibalik dari makna setiap syairnya --walaupun ada dari fans fanatik mereka terkadang melakukan tindakan vandalisme--, Mendengar SID, the SIGIT, dan Iwan Fals akan perform di panggung Jakarta Fair maka saya dan teman saya, Dwi semangat untuk segera menuju kesana. Hari itu SID dan the SIGIT dulu, keesokannya baru Iwan Fals. Singkat cerita kami sampai di tujuan dan segera bergabung dalam kerumunan penonton untuk ikut meneriakan kalimat-kalimat dalam derap alunan nada. Dari Up and Down, Black Amplifire, dilanjutkan oleh lagu-lagu dalam album Sunset di Tanah Anarki. Tanpa sadar handphone saya menghilang. Benda yang menyimpan banyak memori dan harapan. Dan malam itupun diakhiri dengan sesal.

Handphone daruratpun saya dapat kemudian dari meminjam seorang sahabat baik. Handphone biasa tanpa fasilitas media sosial, namun cukup membantu dalam semua urusan saya untuk menghubungkan dengan semesta.

Kemudian beberapa bulan berlalu, pada masa orientasi mahasiswa, sahabat baik saya yang lain mengalami hal serupa kehilangan handphonenya. Fakta bahwa orang baikpun bisa kehilangan handphone...
Lalu saya berniat dalam hati kalau saya punya handphone baru, akan saya berikan padanya, karena sahabat saya adalah seorang pejuang yang sangat dibutuhkan langit untuk menyampaikan pesannya kepada manusia. Saya pikir bakalan repot kalau tanpa handphone.

Saya pun mengikuti acara yang menyertakan hadiah berupa laptop dan handphone, saya ingin dapat handphone itu untuk saya hadiahkan kepadanya. Dari keseluruhan peserta yang diundi, tinggal tersisa dua. Saya dan seorang lagi manusia. Namun pada akhirnya saya gagal mendapat hadiah itu, karena mungkin kembali pada konsep rezeki, semua sudah patuh pada sistem.

Ada kemudian yang membuat saya senang adalah mendengar bahwa handphone sahabat saya itu sudah kembali. Alhamdulillah, berarti orang baik tidak jadi kehilangan handphone.

---


Setelah kejadian itu cukup lama berlalu, saya, Dwi dan Faaruq mendapat sebuah permintaan pembuatan design dan video Company Profile untuk keperluan akreditasi jurusan. Saya terima sebagai bahan pembelajaran dan dalam relung diri saya sama sekali tidak mengharapkan balasan materi. Semuanya berjalan lancar dan damai. Hingga suatu ketika dosen yang sangat baik hatinya ngomel karena saya susah dihubungi, dan memang pada saat itu sang dosen menghubungi saya via media sosial yang hanya bisa saya akses melalui laptop dengan menggunakan modem gantian dengan teman ditambah paket data yang bisa diakses tengah malam. 

"Kamu mau saya beliin hape saja? Mau yang seperti apa?"

saya pikir ini hanya gurauan saja. "Iphone kayak punya ibu juga mau. Hehe"

"Dasar Mahasiswa..."

begitulah kira-kira inti percakapan saya dengan sang dosen baik hati. Keesokan pagi Faaruq berkunjung ke rumah kontrakan dan kebetulan sang dosen sedang memberi instruksi untuk revsi design yang kami kerjakan.

"Gimana kamu mau dibeliin hape apa?"

Faaruq mengetik dari laptop saya "Ojan dibeliin Zenfone 5 saja itu"

Kami pun tertawa. Karena memang sang dosen pandai bergurau seperti kami.


Keesokan harinya.
Sang dosen SMS saya

"Saya hari ini ke Mangga Dua, Nanti Nyusul ya". Sngkat cerita saya dan Dwi pun pergi ke Mangga Dua Jakarta, dan menemui dosen itu.

"Ini buat Kamu" Sambil menyodorkan kotak bertulis ASUS Zenfone 5.

bersambung..

from : http://7-themes.com/6967435-canoe-sunset.html

Hikmah :

Allah akan selalu memiliki rencana dan melihat segala usaha dari niat. Maka jangan pernah membohongi diri dengan sebuah konsepsi keihklasan. Pada akhirnya semua yang akan menjadi milik kita akan tetap menjadi milik kita, hanya masalah waktu, dan waktu itu tidak berbatas

---