Gue pengen cerita tentang hari Sabtu dan Minggu kemarin. Kalau master Oog way
bilang,
Quote sederhana yang pecah banget.
Gue bangun jam 8 pagi karena semalem baru bisa tidur jam 2
(habis subuh tidur lagi dong). Setelah terbangun dari senandung mimpi, gue
terkaget dengan masuknya panggilan dari Novi, dia bilang dia perlu banget
bantuan buat jadi operator di seminar nasional. Gue kaget lah,
semalem sih udah
ditelepon Faaruq sih, tapi itu juga jam 9, dimana jam 7 sebelumnya gue udah buat janji dengan teman-teman tim
aerobik kelas untuk latihan. Yaudah gue akhirnya langsung berangkat tanpa
sempat membasuh diri dengan segarnya milyaran bulir air, langsung menuju ke
Auditorium untuk melihat situasi di meja operator. Dan, ternyata masih banget
kurang persiapan teknis padahal seminar harus dimulai 15 menit lagi, ditambah
laptop yang dipakai gue rasa tidak memenuhi standar (atau perasaan gue doang
kali ya). Tapi gue cuman ngasih semangat kepada sang adik untuk tetap tenang
menghadapi pengalaman pertama sebagai operator, tanpa memberitahu kemungkinan
terburuk apa yang akan ia hadapi melihat keadaan yang ada.
Setelah gue atur
sana sini, gue cuman bisa bantu sampai sesi pemutaran video, dan itupun terjadi
kesalahan teknis (backsoundnya nyala redup) karena laptopnya mungkin (gue juga
megira-ngira aja) kurang kooperatif dengan equipment di situ. Menurut gue kerja operator itu engga
keren-keren amat dibanding ketua pelaksana, divisi humas atau sponsorship,
namun perlu diketahui sukses tidaknya suatu event seminar dengan kerja keras
selama 3 bulan akan ditentukan oleh rajutan kabel teknis di meja operator.
Kalau terjadi kesalahan teknis sedikit saja, pasti banyak omongan hina yang
menyalahkan operator tanpa mau tahu apa penyebabnya.
Operator berinteraksi
dengan mesin yang tidak punya telinga untuk mendengar keluhan kita, hanya
persiapan dan pengetahuan yang dibutuhkan, tidak bisa kita bernegosiasi seperti
kita bernegosiasi dengan pembicara, sponsor atau rumah katering.
Engga tega banget sumpah
gue mau ninggalin, apalagi ketua pelaksananya , Aldila Viddy itu sahabat gue
banget, tapi mau gimana lagi terjadi miskomunikasi diantara kita, sehingga gue
ngira memang udah siap banget sang operatornya.
Pukul 9.15 gue harus langsung lari ke tempat berkumpulnya
temen-temen tim aerobik, ternyata sudah berkumpul beberapa kepala menunggu gue.
Langsunglah kita bergegas menuju tempat yang lebih luas untuk segera berlatih.
Menit demi menit kita lalui, tapi gue masih melihat rona ketidakyakinan dari
sang pelatih. Maka kemudian kamipun berkumpul untuk mendengarkan usulan tentang
apa yang harus kita lakukan, mengingat sudah seminggu sebelum tampil kita masih
belum mendapat apa-apa. Setelah berunding akhirnya diputuskan, kita
mengundurkan diri dari pertandingan aerobik. Oke fine, gue sih engga masalah,
kalau gue yang cuman semangat membawa nama kelas, tanpa dukungan semangat sang
semesta, maka itu hanya akan jadi omong kosong belaka. Gue adalah bagian dari
semesta, namun semesta tidak begitu mudah dipengaruhi karena semesta punya
aturan main yang ia sukai.
Pukul 12.30 gue bareng Rere pulang ke kontrakan untuk
persiapan pertandingan sepak bola melawan Ekonomi Sumberdaya Lingkungan
angkatan 49. Setelah bersiap-siap gue bareng Rere langsung menuju ke lapangan
bola yang berkilau menebar pesan hangat dari sang mentari.
Pada 10 menit
pertama kita hanya bermain dengan 10 orang pemain, karena sosok laki-laki di
kelas kita yang sadar bahwa dia laki-laki, yang sehat secara fisik, yang mau
mengorbankan kesibukannya dan yang masih semangat itu sangat terbatas. Untung
tidak lama Adli datang layaknya pahlawan dari antah berantah
.
.
.
Tendangan mencabik jarring gawang kita
1-0
.
.
Masih terus berjuang
.
.
.
2-0
.
.
.
3-0
.
.
.
Terjadi serangan dari tengah lapangan secara bertubi-tubi
.
.
.
4-0
.
.
.
Sedikit putus asa
.
.
.
5-0
.
.
.
Peluit panjang berbunyi.
.
.
.
.
.
.
.
.
Semangat membara terlihat dari lini depan seperti Naufal,
Sofwan, dan Adli, ditambah pertahanan tengah yang keras menggilas dari Amin dan
Arno. Namun semangat sang semesta berpihak kepada tim lawan. Karena pertama kita
sendiri engga yakin bakal menang, karena gurau awal sebelum kick off “Jangan
terlalu kejem ya bantainya”, kedua, gue engga bisa main bola. Hehe (efek trauma
patah tangan gara-gara main bola). :)
.
.
.
Pukul 14.30 permainan berakhir. Gue inget kalau gue diperintah
oleh Komandan Khadijah untuk menemui pak Hermanto di kampus diploma Cilibende
untuk mengajukan proposal paper ekonomi syariah kita ke suatu Negara, karena
menurut informasi beliau mengisi kajian tentang kenaikan BBM disana. Mengingat
beliau adalah komisaris di suatu bank raksasa di Indonesia, maka gue pun
berharap mendapat secercah harapan. Laju motor gue kebut untuk mengejar
pertemuan ini. Sesampainya disana,
Ternyata..
Pak Hermanto sudah pulang.
Gue jalan bareng sahabat gue, Rizal Arif, orang yang
semangatnya selalu berkobar-kobar. Kita ngobrol banyak tentang semangat kita
masing-masing untuk Indonesia. Dimana Rizal menceritakan cita-cita tinggi dia
mengenai pengembangan sumber daya manusia Indonesia secara massal, dan gue
menceritakan semangat gue yang tidak terarah yang “Pikir aja nanti yang penting
mimpi aja dulu” sehingga dia sebut “Jan, lu telah melalui hidup 21 tahun yang
penuh kebodohan”. Oke fine, masing-masing orang memaknai semangat dengan cara
yang berbeda, sampai usaha itu dikabulkan Allah Sang Maha Bijaksana untuk
bersanding menemani semangat sang semesta.
Gue sampai di kontrakan ketika adzan maghrib berkumandang.
Setelah istirahat sebentar, pukul 18.30 gue berangkat lagi ke kampus buat
menyemangati tim bulutangkis kelas yang diwakilin Amin, Azizah dan Nafi.
Semangat gue selalu gue persembahkan untuk mereka, karena sang komti juga jarang melibatkan gue dalam olahraga
permainan seperti ini, jadi cukup jadi tim hore saja.
Pertandingan bulu tangkis berlangsung sangat seru. Tapi terpaksa
kami harus menerima kekalahan dari Eksyar 50 yang begitu tangguh (ini juga
dikarenakan ganda putra harus kalah W.O karena Muhe berhalangan hadir). Ah
sudahlah. Yang penting semangat kami terus mengembara sepanjang hari ini.
Selesai mempersembahkan semangat kita hari ini, kita pulang
dengan kekhawatiran tentang kaki Amin yang terkilir. Engga tega banget
ngeliatnya, amin berteriak dan menahan sakit selama beberapa menit. Sebuah
harga yang dibayar untuk pengorbanan nama baik kelas dan angkatan. Sampai di
rumah gue masih terpaku di depan laptop untuk mencari inspirasi dan ide segar
sampai larut sekali. Sesekali terkejut oleh isak Amin yang mengerang menahan
sakit di kakinya.
Minggu
Setelah bangun dan mempersiapkan semangat kembali, gue harus
meluncur menerima undangan Ilmu Ekonomi 50 menghadiri IE-Melangit jilid II.
Sebuah mimpi gue yang gue kira hanya imaji, namun sekarang berubah menjadi kenyataan
yang terus memberi inspirasi bagi puluhan anak SD disana untuk tetap semangat melambungkan
cita-cita mereka. IE melangit ini pernah gue pimpin, dan pernah diragukan oleh
beberapa kepala yang ingin sesuatu yang "lebih nyata", tapi kita berhasil
menjawab keraguan dan mempersembahkan untuk mereka yang pernah meragukan.
Setelah menanam tetumbuhan dan mengecat ember, IE melangit disudahi (untuk agenda hari ini). Gue balik ke kontrakan untuk mengistirahatkan pikiran sejenak. Pukul 16.00 gue bareng Amin dan Rere kembali meluncur menuju kampus untuk menemani temen-temen perempuan latihan voli untuk bertanding hari senin ini. Setelah melihat keadaan aman dengan temen-temen perempuan yang semangat menembus rintik hujan, gue bareng amin lari satu putaran kampus, mempersiapkan fisik untuk tanggal 12 Oktober menuju Mahameru (Insha Allah). Hujan turun begitu dama menemani setiap derap kaki diatas tanah lembab dengan lirih suara butir air.
Adzan Maghrib berkumandang arti kita harus menyudahi
aktivitas. Sesampai di rumah dan membersihkan badan, gue dapat sms akan ada kumpul
tim pendanaan LSM Inovasia. Sambil menunggu hujan gue browsing dan ngaskus.
Tapi kok hujannya gak reda-reda ya. Okelah gue sabar. Semakin larut hujannya
belum berhenti, akhirnya kak Kausar nyuruh gue gak usah berangkat, karena udah
pada mau bubar. Yaudahlah, gue melewatkan (lagi) kumpul dengan tim pendanaan.
Gue akhiri hari dengan pesan damai buat jiwa gue sendiri, dimana gue sudah memaksimalkan semangat agar pantas menemani semangat sang semesta.
Gue akhiri hari dengan pesan damai buat jiwa gue sendiri, dimana gue sudah memaksimalkan semangat agar pantas menemani semangat sang semesta.